Minggu, 09 November 2025 Reporter: Folmer Editor: Budhy Tristanto 469
(Foto: Folmer)
Sebanyak 15 penulis mendapat banyak manfaat dari kegiatan pelatihan yang diadakan Coaching Clinic Master Class Manajemen Talenta Nasional (MTN) Lab dan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), sejak 6 hingga 8 November di Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin, Taman Ismail.Marzuki (TIM) Jakarta Pusat.
"Semua materi yang diberikan memberikan pandangan yang baru."
Di sesi penutup, Sabtu (8/11) kemarin, peserta mendapatkan materi terkait cara agar karya sastra mereka dapat bersinar di hadapan pembaca luas, baik pasar nasional maupun internasional.
"Materi yang disampaikan meliputi teknik pitching naskah, mengenal profil dan selera penerbit, serta pemahaman terhadap tren dan kebutuhan pasar sastra saat ini oleh para promotor sastra yang berpengalaman dalam menjembatani karya sastra dan dunia penerbitan," ungkap perwakilan Yayasan Atelir Ceremai, Willy Fahmy Agiska seperti dikutip melalui keterangan tertulis, Minggu (9/11).
Menurut Willy Fahmi, kerja menulis akan selalu berkaitan dengan kerja industri perbukuan.
Oleh karena itu, para peserta perlu mengetahui apa saja yang menjadi hak dan kewajiban penulis.
Head of IP Licensing for Film & TV Gramedia, Hetih Rusli yng menjadi salah satu narasumber, menuturkan bahwa buku yang ditulis 15 peserta adalah salah satu bentuk kekayaan intelektual.
Di sisi lain, lisensi IP adalah proses pemberian izin kepada pihak-pihak lain untuk menggunakan hak atas kekayaan intelektual. Lisensi IP itu dapat berupa buku atau novel yang telah ditulis oleh para peserta.
"Proses pemberian izin itu nanti ada timbal balik berupa royalti, fee, atau pembagian keuntungan," ungkapnya.
Lisensi IP, lanjut Hetih Rusli, menjadi adaptation rights yang merupakan pemberian izin mengubah karya ke bentuk lain.
"Kemudian ada yang namanya publishing rights, ini berarti memberikan izin menerbitkan atau menerjemahkan karya ke dalam bentuk buku. Lalu ada digital rights, izin untuk menerbitkan buku ke platform digital. Serta performance rights, memberikan izin menampilkan karya di panggung, konser, atau teater," paparnya.
Buku yang bagus, menurut Hetih, sudah setengah jalan menuju film bila menyediakan plot, karakter, dialog, konflik, dan setting.
"Karenanya, bagi penulis skenario dan sutradara, ini merupakan fondasi siap pakai yang siap dipindahkan ke dalam bentuk visual," tuturnya.
Sementara Wakil Ketua Umum Bidang Kerja Sama dan Hubungan Luar Negeri Ikapi, Wedha Stratesti Yudha menjelaskan, sastra Indonesia amat layak mendunia.
Hal ini, menurutnya, didasarkan beberapa hal, seperti potensi diplomasi budaya melalui karya sastra, keunikan perspektif lokal yang menarik bagi pembaca global, maupun momentum global seperti meningkatnya minat terhadap suara dari Global South.
"Penulis menurut saya penting juga mempersiapkan karya agar bisa go internasional? Karena ada aspek ekonomi yang mengikutinya. Ini juga akan menjadi added value untuk penulis," jelasnya.
Wedha juga mengatakan, dengan karya penulis diterjemahkan ke satu atau dua bahasa, kesempatan untuk diundang saat negara tersebut mengadakan festival internasional akan lebih luas.
Junaydy Michael Angelo Ginting, salah satu peserta yang merupakan penulis Sumatrabhumi (Rimba Purba), mengakui program MTN Lab tersebut memberikan perspektif baru dunia sastra terhadap dirinya yang biasa bergelut di dunia konservasi.
"Semua materi yang diberikan memberikan pandangan yang baru. Semoga karya saya bisa diterima masyarakat. Dan juga isu-isu lingkungan yang saya angkat dalam novel ini bisa diperbincangkan dan jadi bacaan untuk semua masyarakat," harapnya.
Wawan Kurniawan, finalis lainnya yang menulis novel Museum Kepada yang Lupa, juga mengakui hal yang sama.
"Saat mengikuti proses pendampingan ini, kami belajar banyak terkait dengan bagaimana editing, bagaimana promosi sastra, dan bagaimana agar naskah yang sudah kami buat bisa hadir lebih baik dari sebelumnya."
Wawan berharap, ke depannya bisa menghadirkan naskah-naskah berkualitas dan berkontribusi di dunia sastra, serta karyanya bisa menemukan pembacanya.
Koordinator Manajemen Talenta Nasional (MTN) David Irianto menyemangati para peserta yang telah mengikuti pendampingan untuk segera menerbitkan karya-karya mereka.
Terlebih, Indonesia akan menjadi Guest of Honor (GoH) pada Abu Dhabi Book Fair di April 2026. Ia berharap salah satu peserta akan menjadi kontingen penulis Indonesia yang diterbangkan ke Abu Dhabi.
"Saya juga berterima kasih pada teman-teman dari Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta yang telah membuka diri untuk kolaborasi dengan kami. Usaha yang kita kerjakan, pada ujungnya adalah supaya talenta sastra kita semakin hari semakin baik. Narasi kita tentang keindonesiaan, jadi peluang besar untuk diplomasi kebudayaan yang semakin maju di masa depan," tutup David.
MTN Seni Budaya adalah program prioritas nasional yang bertujuan untuk menjaring, mengembangkan, dan mempromosikan talenta seni budaya Indonesia secara terstruktur dan berkelanjutan.
Program ini menghubungkan talenta dengan berbagai peluang pengembangan kapasitas dan akses pasar, baik nasional maupun global.