Jumat, 25 Juli 2025 Reporter: Aldi Geri Lumban Tobing Editor: Erikyanri Maulana 312
(Foto: Istimewa)
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui Dinas Lingkungan Hidup (LH) memfasilitasi skema Extended Producer Responsibility (EPR) pengumpulan dan pengangkutan sampah dari produsen kemasan kaleng kategori Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang bersumber dari rumah tangga.
"ini bisa mendorong terjadinya sirkular ekonomi,"
Aksi ini merupakan yang pertama di Indonesia melalui kolaborasi antara pemerintah daerah dan produsen.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto, mengatakan penerapan EPR ini menjadi langkah penting dalam mengurangi beban Tempat Pembuangan Akhir (TPA), sekaligus mewujudkan pengelolaan sampah berkelanjutan melalui partisipasi produsen.
Ia menyampaikan, keterlibatan produsen dalam menarik kembali kemasan sampah sebagai bentuk komitmen implementasi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Kehutanan No P 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen.
“Aksi ini merupakan yang pertama dilakukan di Indonesia. Kolaborasi antara produsen dan pemerintah daerah ini bisa mendorong terjadinya sirkular ekonomi, serta mengubah perspektif pengelolaan lingkungan dari Craddle to Grave menjadi Craddle to Craddle,” ujarnya, Jumat (25/7).
Asep menjelaskan, pihaknya telah memfasilitasi pengumpulan sampah kaleng aerosol terkontaminasi B3 di lima wilayah kota administrasi dan Kabupaten Kepulauan Seribu, dengan total berat terkumpul mencapai 1.431,23 kilogram.
Selanjutnya, sampah B3 tersebut akan dikelola oleh pihak ketiga yang memiliki perizinan berusaha di bidang pengelola limbah B3. Menurutnya, kemitraan semacam ini mampu menekan beban pembiayaan dari sisi pemerintah.
Asep mengajak seluruh produsen untuk mengambil langkah ini dan bertanggung jawab atas sampah produknya, karena semakin banyak industri yang terlibat akan mendukung ekonomi sirkular, meningkatkan daur ulang serta mengurangi dampak lingkungan.
“Skema creative financing ini memungkinkan sektor swasta dalam mendukung pengelolaan lingkungan tanpa bergantung sepenuhnya pada anggaran negara,” ujarnya.
Sementara itu, salah satu perwakilan produsen yang sudah terlibat dalam skema EPR Sampah B3 di Jakarta, Head Regulatory PT Godrej Consumer Products Indonesia (PT GCPI), Dewi Nuraini menjelaskan, upaya pihaknya dalam mengumpulkan dan pengangkutan sampah produsen kategori B3 yang bersumber dari rumah tangga dilatarbelakangi Permen LHK P 75 Tahun 2019.
Ia menegaskan, pengelolaan sampah adalah tanggung jawab bersama, dari sisi produsen, pemerintah daerah dan masyarakat. Ia menilai, kolaborasi lintas sektor ini merupakan kunci keberhasilan dalam mewujudkan pengelolaan sampah yang berkelanjutan.
“Kami melakukan penarikan dan pengelolaan sampah B3 yang berasal dari rumah tangga bukan hanya dari produk PT GCPI saja, tetapi kemasan yang sejenis dengan produk kami. Proses penarikannya dibantu oleh pihak Dinas Lingkungan Hidup karena sudah memiliki sistem pemilahan sampah B3,” katanya.
Ia berharap seluruh produsen dapat mulai menerapkan prinsip EPR dalam pengelolaan limbah produk yang dihasilkannya.
“Kalau hanya sebagian pihak yang melakukan, bebannya jadi berat. Tapi kalau semua bergerak bersama, baik dari sisi biaya maupun proses akan jauh lebih ringan, dan cita-cita Indonesia bebas sampah bisa benar-benar terwujud,” tandasnya.
Sebagai informasi, konsep EPR di Indonesia ini telah dimuat dalam UU No 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. Dalam Pasal 15, produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam. Serta Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 81 tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Kehutanan No P 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen.