Rabu, 03 September 2025 Reporter: Aldi Geri Lumban Tobing Editor: Erikyanri Maulana 852
(Foto: Ilustrasi)
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui Dinas Lingkungan Hidup (LH), terus meningkatkan pembinaan bagi pelaku usaha kuliner skala kecil agar lebih ramah lingkungan. Salah satunya melalui webinar yang diikuti lebih dari 500 pelaku usaha kuliner di Jakarta Selatan.
"wajib beroperasi dengan menjaga kualitas lingkungan,"
Webinar yang merupakan bagian dari program pembinaan ECO Act (Education, Collaboration, Action) adalah upaya kolaboratif melibatkan pelaku usaha, akademisi, serta pemerintah pusat dan daerah, kecamatan hingga tingkat kelurahan.
Program yang diinisiasi Dinas Lingkungan Hidup ini menyediakan diseminasi peraturan, bimbingan teknis, dan konsultasi untuk membantu usaha menerapkan praktik ramah lingkungan secara berkelanjutan.
Usaha wajib memiliki Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup (SPPL) menjadi fokus utama dalam webinar tersebut.
"ECO Act adalah pintu masuk untuk membangun ekosistem usaha kuliner yang tidak hanya produktif, tetapi juga berkelanjutan. Jakarta hanya bisa menjadi bersih, sehat, dan layak huni jika kita bergerak bersama," ujar Asep Kuswanto, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Rabu (3/9).
Berdasarkan kajian inventarisasi Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta tahun 2024, teridentifikasi 7.888 sumber pencemar di sepanjang Sungai Ciliwung, dengan kontributor terbesar berasal dari usaha kuliner skala SPPL.
Asep menyampaikan, pertumbuhan ekonomi Jakarta harus berjalan beriringan dengan keberlanjutan lingkungan.
“Setiap usaha, termasuk kuliner skala SPPL, wajib beroperasi dengan menjaga kualitas lingkungan untuk mewujudkan Jakarta yang sehat, bersih, dan berdaya saing global,” katanya.
Peneliti LEMTEK UI, Mochamad Adhiraga Pratama menyampaikan, sungai-sungai di Jakarta, seperti Ciliwung, Cipinang, Sunter, Cideng, dan Grogol, sudah masuk kategori tercemar berat.
Ia menjelaskan, sumber pencemar utamanya adalah
greywater domestik yang tidak terolah, yang hingga 95 persen berasal dari UMKM seperti rumah makan, laundry, serta pabrik tahu dan tempe.“Mayoritas limbahnya dialirkan langsung ke drainase atau sungai tanpa melalui pengolahan," ucapnya.
Pengendali Dampak Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup, Nesti Cahyani, menegaskan peran krusial SPPL sebagai instrumen utama untuk memastikan usaha kecil tetap lestari. Ia mengatakan, SPPL mewajibkan pelaku usaha menyatakan kesanggupan mengelola limbah cair, sampah, emisi, dan dampak lainnya.
“Pendekatan ini membuktikan bahwa kepatuhan lingkungan tidaklah rumit dan justru dapat mendukung pemberdayaan ekonomi lokal," katanya.
Di sisi penegakan hukum, Kepala Bidang PPNS Satpol PP DKI Jakarta, RM Tamo Sijabat menambahkan, sanksi tegas akan diterapkan bagi pelaku usaha yang melanggar. Sanksi tersebut mulai dari penghentian sementara operasi, penyitaan alat, hingga pembongkaran.
“Pelanggaran terhadap ketentuan SPPL juga dapat dikenai denda sesuai aturan daerah terkait pengelolaan lingkungan yang berlaku di DKI Jakarta," tandas Tamo.