Sabtu, 27 September 2025 Reporter: Nurito Editor: Toni Riyanto 256
(Foto: Nurito)
Bagi pecinta dan penikmat kopi, Pasar Rawamangun di Jalan Pegambiran, Pulo Gadung, Jakarta Timur, bukan hanya menjadi tempat berbelanja sayur mayur atau kue ringan.
"Sangat menarik"
Berada di lantai satu pasar tradisional ini berdiri kios Kopi Bemo berukuran 3x4 meter persegi yang telah menjadi legenda sejak tahun 1965. Sebanyak 30 jenis kopi Nusantara tersaji dengan harga yang tetap ramah di kantong.
Tidak ketinggalan, Wakil Wali Kota Jakarta Timur, Kusmanto bersama Kepala Suku Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (KPKP) Taufik Yulianto serta Wakil Camat Pulo Gadung Agus Purwanto juga sudah meneguk nikmat kopi di sini.
Kusmanto mengatakan, di Pasar Rawamangun ini ternyata ada yang unik dan sepertinya belum semua orang tahu. Bahwa di sini ada Barista Kopi Bemo yang sudah ada sejak tahun 1965.
"Ini sangat menarik karena di tengah pasar tradisional yang biasa ditemukan pedagang sayur mayur, ada barista kopi. Jarang ditemukan hal seperti ini," ujarnya, Sabtu (26/9).
Ia berharap, keberadaan Kopi Bemo mampu mendongkrak jumlah pengunjung dan menghidupkan gairah pasar sehingga Pasar Rawamangun makin dikenal luas.
Pemilik Kopi Bemo, Edward Nurjadi (49), menuturkan, dirinya menjadi generasi kedua penerus usaha pamannya.
"Mulanya paman saya yang buka toko Kopi Bemo ini. Dulu beliau itu penjual mesin giling kopi. Seiring waktu ia tertarik menjual biji kopi juga. Saya meneruskan sejak 2011," ucapnya.
Menurutnya, kios ini buka setiap hari pukul 06.00-16.00 WIB. Namun, khusus hari libur atau tanggal merah, jam operasional hanya sampai pukul 14.00 WIB karena pasar biasa sudah sepi.
Ia menjelaskan, nama Kopi Bemo sendiri lahir dari sejarah pangkalan Bemo di depan Pasar Rawamangun pada tahun 1965. Para sopir Bemo sering mampir minum kopi di warung ini, saat kopi sachet belum ada.
Dulu, imbuh Edward, Kopi Bemo mampu menggiling 100 sampai 120 kilogram aneka biji kopi setiap hari dan semuanya laku terjual. Awalnya hanya menjual Robusta Lampung, Robusta Toraja, Arabica Toraja, Robusta Jawa Timur/Dampit, serta
special blend."Kini, karena persaingan ketat dengan kopi sachet, penjual keliling, dan warung kopi, jumlah gilingan turun menjadi sekitar 30 kilogram per hari. Jumlah itu belum termasuk pesanan untuk hotel, restoran, dan kafe (Horeka) yang membeli 10 hingga 20 kilogram per minggu, bahkan ada pemesan dari luar Pulau Jawa," terangnya.
Untuk menghadapi persaingan, Edward meningkatkan kualitas biji kopi grade 1 dan grade 2 dengan jumlah 30 varian kopi dari seluruh nusantara.
Harga jualnya bervariasi dari Rp 160.00 per kilogram untuk Robusta Lampung hingga Rp 400.000 per kilogram untuk Arabica Ijen.
"Robusta Sidikalang Premium, Robusta Dampit, Robusta Vietnam yang cocok diminum dengan susu, serta Robusta Aceh menjadi favorit pembeli," bebernya.
Ia menambahkan, konsumen Kopi Bemo terdiri dari peminum kopi dan penikmat kopi. Peminum kopi umumnya menikmati semua jenis, termasuk sachet. Sementara, penikmat kopi lebih jeli membedakan rasa, Arabica misalnya bisa menghadirkan rasa buah, jasmine, hingga manis.
"Setiap pembeli diwajibkan mencicipi tester secangkir kopi sesuai selera sebelum membeli. Suasana ini menjadikan Kopi Bemo bukan sekadar kios kopi, melainkan tempat belajar mengenali cita rasa nusantara," ucapnya.
Edward berencana membuka kedai kopi di lantai dasar sekaligus me-roasting sendiri biji kopi agar Pasar Rawamangun tak hanya identik dengan sayur mayur, tetapi juga pusat kuliner seperti pasar modern.
"Semoga usaha kopi saya ini bisa semkin maju, bisa melestarikan dan mempromosikan kopi nusantara yang tak kalah rasanya dari kopi impor," tandasnya.