Kamis, 22 Mei 2025 Reporter: Aldi Geri Lumban Tobing Editor: Erikyanri Maulana 157
(Foto: Ilustrasi)
Dinas Lingkungan Hidup (LH) Provinsi DKI Jakarta mengimbau seluruh warga dan panitia kurban di Jakarta untuk menerapkan prinsip Eco Qurban dalam pelaksanaan ibadah kurban Iduladha 1446 H.
"tidak mencemari dan mengotori lingkungan,"
Imbauan ini merujuk pada Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 10 Tahun 2022 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pemotongan Hewan Kurban.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto mengatakan, penerapan Eco Qurban adalah praktik penyelenggaraan pemotongan hewan kurban yang berprinsip kepada perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan on-site atau di lokasi pemotongan.
Ia menyampaikan, Pergub 10 Tahun 2022 yang mengatur penanganan limbah cair dan padat yang bisa dilakukan untuk meminimalisasi pencemaran lingkungan.
“Prinsip dari Eco Qurban adalah melaksanakan kurban dengan tidak mencemari dan mengotori lingkungan, baik pada saat pelaksanaan maupun setelahnya. Sehingga jangan sampai ada limbah seperti darah, isi perut, atau bagian hewan kurban lainnya dibuang sembarangan ke selokan, got atau kali,” ujar Asep Kuswanto, Kamis (22/5).
Asep menjelaskan, jika limbah kurban tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan bau tak sedap, mengganggu kenyamanan warga, bahkan membahayakan kesehatan serta merusak ekosistem badan air.
Analis Lingkungan Hidup Dinas LH DKI Jakarta, Ria Triany mengatakan, dalam hal teknis pengelolaan, limbah cair hewan kurban seperti darah perlu ditangani secara aman dan ramah lingkungan, salah satunya dengan menguburnya dalam lubang tanah kedap air.
Ria menyampaikan, spesifikasi lubang penampungan dapat didesain berdasarkan estimasi volume darah per kilogram bobot hewan, yaitu 60 ml/kg bobot hewan.
Ia menjelaskan, untuk 10 ekor sapi masing-masing berbobot 500 kilogram, diperkirakan dihasilkan 0,3 meter kubik darah, sehingga dapat didesain lubang penampungan berkapasitas minimal 0,3 meter kubik dengan ukuran 1,2 meter (kedalaman), 0,5 meter (panjang), dan 0,5 meter (lebar).
“Setelah diisi, limbah tersebut perlu diberi disinfektan seperti tablet klorin atau kapur tohor,” katanya.
Setelah itu, untuk air air bekas pencucian daging harus ditampung dalam tangki septik (septic tank) yang dirancang agar tidak merembes dan memiliki jarak aman dari saluran pembuangan. Air ini juga perlu ditambahkan disinfektan untuk menjamin keamanan lingkungan.
“Sisa darah atau cairan dari area pemotongan harus dibersihkan menggunakan bahan penyerap seperti serbuk kayu, sekam padi, arang aktif, atau zeolit. Air yang sudah tidak bercampur darah dapat dimanfaatkan kembali, misalnya untuk menyiram tanaman,” urai Ria.
Sementara untuk bagian tubuh hewan yang tidak dimanfaatkan pengelolaannya harus dilakukan secara bijak. Jika tersedia lahan dan jumlah hewan tidak banyak, sisa tersebut dapat ditimbun dalam tanah dengan tambahan disinfektan. Alternatif lainnya adalah diolah menggunakan maggot black soldier fly.
Jika jumlah hewan kurban banyak dan lokasi tidak memadai, sisa tubuh hewan harus diperlakukan sebagai limbah padat organik khusus karena berpotensi mengandung patogen.
“Limbah ini harus dipisahkan dari sampah organik biasa dan sampah non-organik, lalu dimusnahkan melalui proses insinerasi,” ungkapnya.
Terakhir, konsumsi makanan saat kurban juga perlu dikelola agar tidak menambah timbunan sampah. Disarankan untuk memasak sesuai kebutuhan dan menerapkan konsep prasmanan agar mengambil mencegah sisa makanan berlebih.
“Eco Qurban juga mendorong penggunaan kemasan ramah lingkungan untuk pembagian daging. Gunakan wadah guna ulang seperti besek bambu, daun pisang, atau wadah makanan guna ulang pribadi daripada plastik sekali pakai,” tandasnya.