Kamis, 27 November 2025 Reporter: Aldi Geri Lumban Tobing Editor: Erikyanri Maulana 207
(Foto: Ilustrasi)
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) DKI Jakarta meluruskan informasi yang beredar terkait klaim populasi Jakarta yang mencapai 42 juta jiwa.
"Jakarta memang sangat sibuk,"
Dinas Dukcapil DKI Jakarta menegaskan angka tersebut bukan jumlah penduduk resmi Jakarta, melainkan prediksi populasi fungsional versi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menggambarkan mobilitas harian masyarakat di wilayah metropolitan Jakarta.
Jumlah 42 juta jiwa merujuk pada Penduduk Fungsional (De Facto), yaitu jumlah orang yang melakukan aktivitas sehari-hari di Jakarta, termasuk komuter dari kota dan kabupaten penyangga.
Sementara, jumlah penduduk resmi Jakarta yang tercatat dalam administrasi kependudukan jumlahnya jauh lebih kecil.
Berdasarkan data resmi Penduduk Administratif (De Jure) yang dirilis Dinas Dukcapil DKI Jakarta pada Semester I Tahun 2025, jumlah penduduk DKI Jakarta sebanyak 11.010.514 jiwa. Data tersebut dihitung berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) warga yang terdaftar resmi dan beralamat di Jakarta.
Angka inilah yang menjadi acuan pemerintah dalam penyusunan kebijakan serta perencanaan layanan publik, dan sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Kepala Dinas Dukcapil DKI Jakarta, Denny Wahyu Haryanto memaparkan, jutaan orang datang ke Jakarta untuk bekerja, sekolah, kuliah, berbisnis, berobat, hingga mengurus layanan publik setiap hari. Mereka berasal dari delapan wilayah penyangga, yaitu Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Depok, Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi.
“Mobilitas besar inilah yang membuat Jakarta terasa jauh lebih padat dibanding jumlah penduduk resminya,” ujar Denny, Kamis (27/11).
Untuk itu, sambung Denny menjelaskan, adanya dua pendekatan data kependudukan yang sering digunakan dalam laporan internasional. Data PBB menggambarkan jumlah orang yang beraktivitas di wilayah Jakarta beserta kawasan sekitarnya. Pendekatan ini digunakan lembaga internasional dan estimasi metropolitan, yang menghasilkan angka 42 juta jiwa berdasarkan aktivitas harian, bukan penduduk ber-KTP Jakarta. Pendekatan ini bersifat de facto, yaitu berdasarkan siapa saja yang berada di area Jakarta.
Sebaliknya, Data Dukcapil mengacu pada data resmi negara yang menghitung penduduk ber-NIK Jakarta. Pendekatan ini bersifat de jure karena hanya mencatat mereka yang sah terdaftar sebagai penduduk Jakarta sesuai administrasi kependudukan.
Penjelasan ini juga merujuk pada laporan World Urbanization Prospects (WUP) dari PBB yang sering dijadikan acuan media internasional saat membahas kota-kota terpadat di dunia. Dalam laporan tersebut, Jakarta dihitung menggunakan dua cara yaitu Jakarta Fungsional yang menghasilkan angka 42 juta jiwa, dan Jakarta Administratif yang menghasilkan sekitar 11 juta jiwa. PBB memproyeksikan angka tersebut untuk tahun 2025 sebagai gambaran pergerakan urbanisasi di kawasan megapolitan Jakarta.
Denny menegaskan, angka 42 juta jiwa bukan jumlah penduduk resmi Jakarta, melainkan prediksi besaran aktivitas dan mobilitas harian yang terjadi di wilayah megapolitan. Untuk itu, masyarakat diimbau untuk memahami perbedaan definisi ini agar tidak terjadi kesalahpahaman.
“Jakarta memang sangat sibuk, tetapi jumlah penduduk resminya adalah 11 juta jiwa sesuai data administrasi kependudukan,” tandasnya.