Selasa, 26 Agustus 2025 Reporter: Dessy Suciati Editor: Erikyanri Maulana 178
(Foto: Reza Pratama Putra)
Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung mengajak para pakar dan akademisi dalam upaya konservasi keanekaragaman hayati di ibu kota. Hal ini disampaikannya saat membuka acara 18th Congress PBI and International Conference on Biodiversity and Future Biology (ICo-BioFuB) 2025 di Universitas Nasional, Selasa (26/8).
"Saya mengajak seluruh pihak untuk bersinergi,"
Acara ini dihadiri oleh para ahli dan mahasiswa dari berbagai negara, dengan mengusung tema 'Innovations for Conservation and Sustainability'.
"Biodiversitas bukan hanya isu lingkungan, namun juga berkaitan erat dengan kesehatan, ekonomi, dan masa depan manusia. Oleh karenanya, saya mengajak seluruh pihak untuk bersinergi dalam mendukung pengelolaan keanekaragaman hayati di Jakarta," ujar Pramono.
Menurutnya, tema konferensi ini relevan untuk mengatasi tantangan global seperti pelestarian keanekaragaman hayati, perubahan iklim, serta pembangunan yang berkelanjutan.
"Saya berharap konferensi ini dapat melahirkan inspirasi, inovasi, gagasan, dan solusi untuk menjawab tantangan dan mewujudkan keberlanjutan bagi generasi mendatang," kata dia.
Pramono berharap para ahli bisa memberikan kontribusinya di Jakarta dalam menjaga dan melestarikan keanekaragaman hayati. Ia pun menyambut baik jika nantinya Jakarta bisa menjadi laboratorium biodiversity.
"Kami mendukung itu, termasuk kalau kemudian memang ada penelitian yang bisa dikerjasamakan antara Pemerintah Jakarta dengan universitas yang ada, kami akan men-support itu," katanya.
Indonesia, lanjut Gubernur, dikenal sebagai negara megabiodiversity dengan keragaman ekosistem mulai dari hutan tropis, lautan, hingga kawasan urban yang berperan penting bagi keseimbangan ekologi dunia.
Karena itu, Pemerintah Indonesia menegaskan komitmennya untuk melestarikan keanekaragaman hayati melalui Global Biodiversity Framework serta Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP) 2025–2045.
"Upaya ini selaras dengan tujuan global dan nasional, mendorong kolaborasi untuk mewujudkan pembangunan yang inklusif, berdaya saing, dan berkelanjutan," lanjutnya.
Sebagai kota megapolitan, Jakarta memiliki keanekaragaman ekosistem, mulai dari laut, darat, hingga air tawar. Ia menyoroti ekosistem laut di Kepulauan Seribu yang kaya akan terumbu karang dan mangrove yang menjadi penopang penting bagi keseimbangan ekologi pesisir.
Sedangkan untuk ekosistem darat, Pemprov DKI Jakarta berupaya melestarikan hutan kota, taman kota, ruang terbuka hijau, kebun dan pekarangan untuk mendukung kelangsungan hidup flora dan fauna. Begitu juga dengan ekosistem air tawar yang berupa sungai, danau, dan waduk.
"Kota ini mengelola 49 hutan kota, 949 jalur hijau, 7 kebun bibit, 1.459 taman dan 82 unit Tempat Pemakaman Umum yang berfungsi sebagai ruang terbuka hijau," ucap Pramono.
Meskipun terjadi urbanisasi, Pramono menyampaikan bahwa Jakarta merupakan habitat bagi 100 lebih spesies burung, satwa langka, dan tumbuhan endemik yang berperan dalam konservasi keanekaragaman hayati.
"Kami memiliki sejumlah spesies ikonik seperti Elang Bondol yang menjadi maskot kota, Salak Condet yang merupakan buah khas kota ini, trenggiling sunda, penyu sisi, dan kera ekor panjang," ujarnya.
Namun, Pramono mengakui Jakarta masih menghadapi berbagai tantangan dalam melestarikan keanekaragaman hayati seperti polusi, perluasan ruang perkotaan, perdagangan satwa liar ilegal, spesies invasif, dan dampak perubahan iklim yaitu banjir rob serta cuaca ekstrem.
Untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut, Pemprov DKI telah menetapkan Rencana Induk Pengelolaan Keanekaragaman Hayati 2025–2029 dengan visi Hidup selaras dengan alam menuju kota global, berdaya saing, dan berkelanjutan.
Kebijakan ini fokus pada konservasi in-situ dan ex-situ; konektivitas ruang terbuka hijau; kampung Kehati berbasis kearifan lokal; pemanfaatan berkelanjutan yang menjadikan biodiversitas sebagai sumber pangan, obat- obatan, warisan budaya, dan ekowisata; inovasi dan riset; serta kolaborasi multi-pihak dalam menjaga dan mengelola kekayaan hayati.
Untuk mendukung transformasi Jakarta menjadi kota global, perlu dukungan dan komitmen terhadap konservasi keanekaragaman hayati. Menurut Pramono, upaya ini penting untuk menjaga keseimbangan ekologi, memperkuat ketahanan iklim, meningkatkan kesehatan masyarakat, serta memastikan kualitas hidup warga kota.
Karena itu, Jakarta berkomitmen untuk menyeimbangkan pembangunan melalui pelestarian lingkungan, sekaligus berkontribusi pada tujuan nasional dan global di bidang konservasi keanekaragaman hayati dan keberlanjutan.
Sementara itu, Manajemen Advisor Universitas Nasional, Yuddy Chrisnandi menekankan pentingnya peran para ilmuwan dan praktisi biologi dalam menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim, degradasi lingkungan, dan krisis pangan.
Menurutnya, konferensi ini menjadi wadah penting untuk berbagi pengetahuan, ide, dan inovasi dalam upaya konservasi dan keberlanjutan.
"Semoga konferensi ini dapat melahirkan saran dan rekomendasi konkret dalam keupayaan melestarikan alam dan memajukan ilmu pengetahuan untuk masa depan yang berkelanjutan," kata Yuddy.
Yuddy menyampaikan, berbagai isu dunia mengenai keanekaragaman hayati dan biologi masa depan menjadi tantangan sekaligus peluang. Pelestarian keanekaragaman hayati ini harus menjadi prioritas melalui perlindungan habitat, pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan, penegakan hukum, serta peningkatan kesadaran masyarakat.
"Ke depan, biologi memiliki potensi besar untuk membangun masa depan yang lebih baik, meski juga menghadirkan tantangan etis yang perlu kita sikapi dengan bijaksana," tandasnya.