Menolak Redup di Usia Senja

Oleh :

Dessy Suciati

Jumat, 26 Desember 2025 | 61

Usia hanya bilangan angka. Siapa pun yang menyimpan kemampuan untuk melihat keindahan, tidak pernah akan merasa tua karena api semangat terus menyala.

Semangat inilah yang diperlihatkan sekelompok ibu-ibu pra-lansia hingga lansia yang tergabung dalam Komunitas Menari Tari Nusantara (MTN) saat berlatih menari di sudut Taman Menteng, Jakarta Pusat akhir pekan kemarin.

Mereka bergerak lincah meliukkan anggota tubuh, mengikuti ketukan irama musik daerah yang terdengar menggema.

Tangan mereka tampak sigap mengikuti gerakan instruktur hingga langkah mantap kaki mengikuti koreografi berbagai tari tradisional maupun kreasi.

Semangat mereka berlatih seolah jadi pengingat nyata bahwa usia hanyalah angka dan dedikasi seorang ibu tidak pernah memiliki batas kedaluwarsa.

Ketua Komunitas MTN, Etha Kojongian menyebutkan, komunitas ini telah menjadi rumah kedua bagi ratusan ibu di Jakarta dan sekitaran Botabek.

"Komunitas ini bermula dari keinginan sederhana. Saya ingin memberikan ruang bagi kaum ibu berkumpul," ucap Etha.

Etha menuturkan, pada Juni 2024, komunitas ini tumbuh secara organik dari mulut ke mulut hingga kini menaungi sekitar 300 anggota.

“Jadi saya bentuk itu buat kumpulnya ibu-ibu agar mereka ada kegiatan. Ternyata mereka tertarik untuk berlatih menari, karena itu saya mengajar tarian. Senang saja mereka menjadi aktif,” cerita Etha.

Menari untuk Terapi

Bahkan bagi tak sedikit anggotanya, komunitas ini lebih dari sekadar wadah untuk menari. Komunitas ini juga sekaligus menjadi keluarga yang turut meramaikan masa tua mereka. Selain itu, menurut Etha, bagi komunitasnya tarian bukan hanya soal estetika, tapi juga terapi.

Gerakan yang dikreasikan sederhana dan indah ini membantu para lansia menjaga daya ingat dan kebugaran fisik. Tak jarang, ibu-ibu yang awalnya mengeluh sakit pinggang atau kaku otot, justru merasa lebih bugar setelah rutin berlatih dua kali dalam sepekan.

Komunitas MTN sendiri berlatih setiap Kamis dan Sabtu. Bahkan tak jarang mereka juga menampilkan kreasi mereka di berbagai acara. Kompak dan semangat ibu-ibu di komunitasnya membuat sesi latihan terasa lebih menyenangkan.

Etha menceritakan satu kisah menyentuh dari salah satu anggotanya. Saat pertama kali naik panggung untuk menampilkan sebuah tarian, anggotanya itu pun terharu. Sebab seumur hidupnya, ia merasa tidak bisa menari. Namun, di usia senja, ia justru meraih piala dan berani tampil di depan pejabat.

“Mereka itu terkejut. Di usia tua saat ini justru mereka baru sadar bisa dan mampu mendapatkan piala dan tampil menari di atas panggung disaksikan ratusan pasang mata,” tutur Etha.



Harmoni Angklung dan Semangat Berdaya

Tak hanya latihan menari, sebagian anggota komunitas MTN juga tertarik berlatih musik tradisional angklung sejak Mei lalu. Sekitar 50 ibu bergabung dalam grup angklung ini.

Selain menjaga budaya, menariknya aktivitas ini juga memicu semangat kewirausahaan. Etha mendorong anggotanya untuk memasarkan produk UMKM buatan mereka sendiri, seperti kue dan makanan lainnya saat sedang berkumpul atau tampil di acara besar.

“Perkumpulan ini juga dimanfaatkan ibu-ibu untuk berjualan makanan produksi mereka sendiri. Mereka jualan kue dan lain-lain. Makanya saya bentuk juga UMKM untuk ibu-ibu ini. Nanti saat akan mengisi acara 29 Desember di Taman Ismail Marzuki juga ada bazar dan saya minta mereka untuk ikut serta, selain juga perform,” ujarnya.

Bagi mereka, menjadi ibu yang berdaya berarti tetap bahagia dan produktif. Dukungan dari suami dan anak-anak yang bangga melihat ibu mereka tampil cantik dengan riasan dan kostum daerah menjadi penyemangat utama.

Di usia yang tak lagi muda, komunitas MTN membuktikan bahwa senja tidak harus redup. Mereka memilih untuk tetap menyala, melestarikan budaya Nusantara dan menari untuk bahagia.

Aktivitas mereka membuka mata kita bahwa orang lanjut usia yang berorientasi pada kesempatan dan kebahagiaan adalah orang muda yang tidak pernah menua. Selamat Hari Ibu..