Bertani di Tengah Hutan Beton Jakarta

Oleh :

Budhi Firmansyah Surapati

Jumat, 19 September 2025 | 8725

Di antara gemerlapnya gedung pencakar langit yang angkuh menjulang tinggi dan hiruk pikuk lalu lintas di pusat kota Jakarta sore itu, sekelompok lelaki tampak sibuk mengurus dan menyirami tanaman sayuran serta beberapa pohon produktif yang terhampar menghijau.

Aktivitas mereka yang layaknya petani di pedesaan, terlihat kontras dengan kesibukan mayoritas warga Jakarta lainnya yang selalu berburu dengan waktu.

Sekelompok pria yang tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Taruna Jaya RW 06, Karet Tengsin, Jakarta Pusat ini asyik mengolah lahan seluas sekitar 600 meter yang terbentang di sela hutan beton antara Jalan KH Mas Mansyur dan Jalan Sudirman. Selain sayuran, mereka juga menggarap tanaman produktif seperti pisang dan pepaya california.

Sekretaris Poktan Taruna Jaya RW 06, Karet Tengsin, Ali Fadli menjelaskan, aktivitas bertani di tengah perkotaan ini telah mereka geluti sejak 2020 lalu dengan cara memanfaatkan lahan tidur milik salah satu pengembang.



Jaga Lingkungan

Ali bertutur, lahan yang luasnya mencapai puluhan ribu meter itu dulunya merupakan kawasan permukiman warga. Kemudian, pada 1992, sebagian rumah warga mulai dibebaskan secara bertahap oleh salah satu pengembang.

Namun, sejak pertama dibebaskan hingga sekarang lahan yang sudah dibebaskan ini  belum juga dimanfaatkan oleh pengembang yang memiliki.

Situasi demikian, menurut Ali memicu persoalan tersendiri bagi warga yang masih bertahan di lingkungan tersebut. Selain ditumbuhi belukar, keberadaan lahan kosong dikhawatirkan memicu kerawanan sosial dan menjadi sarang hewan melata yang berpotensi membahayakan warga.

Karena itu, pada 1996, Ketua RW 06, Karet Tengsin, Zulharman yang saat itu masih remaja dan menjadi Ketua Karang Taruna Unit, memotori pemanfaatan lahan untuk membuat kolam seluas 30 meter persegi sebagai tempat budi daya ikan Lele. Selain itu, mereka juga mencoba mengembangkan budi daya jamur di bagian lahan lainnya.

Aktivitas itu terus berkembang hingga sekitar tahun 2000, mereka mendirikan Kelompok Tani (Poktan) Taruna Jaya dan mulai uji coba mengembangkan beragam tanaman produktif.

Seiring dengan perkembangan waktu, para anggota Poktan sebagian besar mulai bekerja bekerja di sektor formal, sehingga kurang fokus mengembangkan pertanian. Aktivitas Poktan pun sempat terhenti.

Gairah untuk kembali mengaktifkan Poktan mulai kembali tumbuh setelah pandemi COVID- 19. Dengan dukungan dari Ketua RW setempat serta tokoh masyarakat dan kader PKK, Ali mulai mengaktifkan kembali aktivitas pertanian di lahan ini.

"Saat ini jumlah anggota Poktan Taruna Jaya sudah mencapai 15 orang yang aktif bertani di lahan ini," jelas Ali.

Bermodal bantuan bibit dan pembinaan Suku Dinas Ketahanan Pangan Kelautan dan Pertanian (KPKP) Jakarta Pusat, mereka mulai menanam beragam sayur mayur seperti selada, pakcoy dan cabai, serta budidaya pepaya california.

Memetik Cuan

Kerja keras mereka pun membuahkan hasil. Setiap bulannya, mereka bisa panen 40 hingga 50 buah pepaya serta beragam sayuran yang dijual ke lingkungan sekitar.

"Bertani dari lahan ini sudah memberikan nilai ekonomis untuk anggota Poktan," tuturnya.

Sebagai pengembangan, Ali mengaku, mulai melibatkan generasi muda yang tergabung dalam Karang Taruna untuk menggiatkan pertanian perkotaan di lahan tersebut.

Bukan sekadar mengarahkan anak muda menyalurkan energi kepada hal positif, menurut Ali, aktivitas bertani mereka pun secara tidak langsung turut meningkatkan kualitas lingkungan serta mengantisipasi dampak negatif dari lahan tidur yang tidak dikelola baik.

Namun sayangnya, tren itu mengalami kemunduran lantaran peremajaan tanaman pepaya yang telah berusia 18 bulan tidak berlangsung baik.

Pada medio akhir 2023, seluruh pohon pepaya yang mereka tanam diserang oleh hama semut dan mengalami layu bagian atas serta lama-kelamaan bagian batang pohon mengecil.

Sebagai gantinya, Ali mengaku, sejak 2024 lalu, Poktan Taruna Jaya mulai mengembangkan tanaman produktif pisang barangan dan cavendish.

Pemilihan pisang sebagai komoditas menurut Ali tidak lepas dari pertimbangan perawatan yang relatif mudah. Kemudian, dengan panen yang saat ini berkisar satu sisir setiap bulan. Biaya perawatan pohon pisang pun dinilai lebih murah dan mudah dipasarkan.

Dikatakan Ali, kelanjutnya pun saat ini Poktan Taruna Jaya tengah fokus mengembangkan menanam tomat. Dengan area tanam mencapai panjang sekitar 100 meter, mereka bisa panen hingga 30 kilogram setiap bulannya.

"Meski belum bisa maksimal, kami optimistis aktivitas pertanian ini memiliki prospek ekonomi yang potensial,"tukasnya.

Ia berharap, suatu saat nanti bisa berkolaborasi dengan pemilik lahan atau sektor swasta dan didukung pemerintah untuk mengembangkan lokasi sebagai eduwisata.

"Sehingga bisa mengedukasi generasi muda dan masyarakat secara luas agar bisa mengembangkan pertanian perkotaan," tegasnya.

Urban Farming di Jakarta Pusat

Aktivitas pertanian di tengah kota atau urban farming saat ini memang sudah jad tren bagi sebagian warga Jakarta. Hal ini selaras dengan program ketahanan pangan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat yang digaungkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.

Khusus di wilayah Jakarta Pusat, saat ini tercatat ada  288 lokasi urban farming yang tersebar di delapan wilayah kecamatan. Pengembangan urban farming dilaksanakan di lahan tanah dan rooftop bangunan gedung.

"Kalau rooftop seperti di sisi utara dan selatan Blok A Kantor Wali Kota Jakarta Pusat serta Masjid As-Syifa Menteng," kata Penty Yunesi Pudyastuti, Kepala Suku Dinas KPKP Jakarta Pusat.

Sedangkan yang landed tersebar di sejumlah lokasi sepeti gang hijau, RPTRA, rumah susun dan sekolah. Berbagai pohon produktif pun di masing-masing tidak sama, seperti cabai, ubi jalar, kacang tanah, jagung, singkong, tomat, pisang dan pepaya.

Untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan urban farming, ungkap Penty, pihaknya telah mengimplementasikan sejumlah program seperti dukungan bibit tanaman produktif, sayur mayur dan pendampingan. Lalu pihaknya juga memberikan dukungan sarana produksi berupa pupuk organik dan non organik serta media tanam.

"Penguatan pertanian perkotaan sangat mendukung program ketahanan pangan," terangnya.

Ia berharap, kesadaran pemilik atau pengelola gedung untuk mengoptimalisasi rooftop, kebun dinding dan tanaman gantung sebagai bagian dari pengembangan pertanian perkotaan.

Tidak sekadar intensifikasi lahan, Penty juga mengaku dibutuhkan penguatan sumber daya manusia dan kesadaran agar pertanian perkotaan bisa berkembang luas. Tidak kalah penting, Penty juga menyebut dibutuhkan dukungan teknologi dalam pertanian.

Agar bisa mewujudkannya maksimal, Penty mengaku butuh kolaborasi semua pihak mulai dari pemerintah, swasta dan masyarakat. Lalu, juga dilakuan pembenahan pemasaran serta sertifikasi produk agar terstandarisasi baik di pasaran.

"Juga dibutuhkan dukungan regulasi subsidi, insentif pajak atau kebijakan izin lahan agar pemanfaatan lahan tidak tidur bisa lebih mudah. Selain itu juga perlu regulasi zonasi yang mempertimbangkan urban farming secara resmi," tandasnya.