Oleh :
Dessy Suciati
Jumat, 25 Juli 2025 | 1045
"Pikiran yang tenang adalah sumber kebahagiaan dan kesehatan yang bagus,". Begitu kata bijak yang pernah diucapkan Dalai Lama, pemimpin spiritual Tibet.
Namun, bukan hal mudah untuk menghadirkan ketenangan pikiran dalam kehidupan sehari-hari yang saat ini penuh dengan tekanan dan tantangan. Terutama, bagi mereka yang hidup dan bekerja di kota besar seperti Jakarta.
Menjaga keseimbangan antara pekerjaan, waktu luang dan interaksi sosial seolah menjadi barang langka dan mahal. Di tengah warna kehidupan seperti ini, perlu menjadwalkan waktu untuk menikmati hal menyenangkan dan memberi energi positif seperti olahraga atau berinteraksi dengan orang terdekat.
Olahraga padel pun kini menjadi pilihan utama bagi mereka yang terkukung rutinitas dan tekanan. Olahraga yang diciptakan warga Meksiko, Enrique Corcuera pada 1969 di Acapulo ini telah menjelma menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat urban Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, termasuk di Jakarta.
Sifatnya yang inklusif dan menyenangkan, membuat padel cepat digandrungi karena menawarkan alternatif aktivitas fisik yang seru dan menantang. Pola permainan padel merupakan kombinasi unik antara tenis lapangan dan squash. Yang membedakan, lapangan padel luasnya 10x20 meter yang dikelilingi dinding kaca dan jaring net setinggi 88 sentimeter memisahkan dua sisi pemain.
Raket yang digunakan cukup unik tanpa senar dan bentuknya padat menyerupai bet tenis meja, namun ukurannya lebih besar serta dilengkapi lubang-lubang kecil. Sementara itu, bola yang dipakai sangat mirip dengan bola tenis biasa.
Keunikan inilah yang membuat pasangan suami istri, Wira Vireza dan Putri Ramadina kesengsem dengan olahraga padel. Bagi Putri, pengalamannya bermain padel dimulai sejak Juli 2024 lalu.
Kemudian disusul Wira yang ikut bermain pada November setelahnya. Putri mengakui, saat pertama kali bermain padel, mereka belajar bersama seorang pelatih untuk menguasai dasar-dasar permainan.
“Kalau padel itu lebih menarik dan tantangannya lebih seru, karena bolanya juga nggak ke mana-mana,” ujar Wira saat ditemui di salah satu lapangan p adel di bilangan Jakarta Selatan.
Diungkapkan Putri dan Wira, padel menawarkan intensitas lari yang tidak terlalu tinggi, namun tetap mampu menghasilkan keringat. Raket yang lebih mudah diayunkan juga membuat mereka merasakan serunya permainan.
Investasi Kesehatan
Antusiasme untuk ikut bermain padel bukan sekadar Fear of Missing Out (Fomo) atau ikut-ikutan tren. Bagi Putri dan Wira, keduanya memang sudah menyukai olahraga sebelum menekuni padel. Namun, padel menawarkan yang berbeda dan lebih menyenangkan.
Diawali hanya bermain berdua saja, kini Putri dan Wira sudah memiliki komunitas sendiri yang berasal dari lingkungan kerja mereka. Selain untuk berbagi biaya sewa lapangan yang cukup mahal jika hanya ditanggung berdua, kehadiran komunitas padel juga semakin menambah semangat keduanya untuk rutin bermain.
“Kita ajak teman-teman kantor dan mereka tertarik. Lalu kita bikin komunitasnya,” kata Wira.
Putri menjelaskan, biaya sewa lapangan padel dipatok mulai dari Rp300 ribu hingga Rp500 ribu. Selain itu, bagi para pemain yang tidak membawa peralatan juga disediakan sewa raket yang dibanderol dengan harga sekitar Rp50 ribu untuk sekali sesi permainan.
Selain memang menjadi tren, olahraga padel juga dianggap sebagai investasi kesehatan. Meskipun seluruh peralatan dan biaya yang dikeluarkan untuk sekali main cukup mahal, namun Putri dan Wira melihatnya sebagai investasi kesehatan yang sepadan.
“Walaupun mahal, tapi ini investasi juga untuk kesehatan badan. Yang biasanya ke kafe habis ratusan ribu rupiah, ini kita pakai untuk sewa lapangan dan beli peralatan olahraga,” ujar keduanya.
Jadi Gaya Hidup
Popularitas padel kini semakin tak terbendung. Bahkan, Wira mengaku di lingkungan sekitarnya banyak yang tertarik. Hal ini juga terlihat dari sulitnya mencari lapangan padel yang tersedia.
Meskipun pertumbuhan lapangan padel juga semakin tinggi, namun tingginya antusiasme masyarakat menyebabkan terjadinya perebutan sewa lapangan layaknya "War" tiket konser K-Pop.
“Sampai kita banyak yang nge-war atau rebutan booking lapangan,” aku Wira.
Menurut Wira, waktu puncak atau prime time untuk sewa lapangan padel umumnya setelah jam kerja, sehingga membuat para pekerja kantoran seperti mereka harus bersaing ketat. Karena itulah Putri dan Wira memilih bermain sejak pukul 06.00 pagi lantaran masih jarang peminat.
Padel, kata Wira, kini juga banyak dimanfaatkan sebagai ajang reuni untuk mempererat silaturahmi bersama teman-teman lama. Adanya kafe di sekitar lapangan padel juga menambah daya tarik sebagai tempat berkumpul.
Wira menyebut, padel juga merupakan social sport atau olahraga yang bertujuan untuk membangun interaksi sosial.
Senada, Vito, pemain padel lainnya juga merasakan hal yang sama. Melalui aplikasi Reclub yang memfasilitasi pertemuan antara pemain olahraga, pria berusia 27 tahun ini bisa menemukan komunitas dan teman-teman baru.
Berawal dari keinginannya untuk mencoba olahraga lain selain softball, Vito pun tertarik untuk mencoba olahraga baru ini. Dalam sepekan, Vito biasanya bermain padel sekitar tiga kali setelah pulang kerja.
“Sebelumnya saya main softball sekitar empat tahun terakhir. Karena memang lagi bosan, saya cari variasi olahraga lain yang kebetulan waktu itu nggak jauh dari rumah ada lapangan padel,” tutur Vito.
Simbol Kota Global
Pengamat Olahraga, Djoko Pekik Irianto mengatakan, menjamurnya olahraga padel bukan tanpa alasan. Menurutnya, masyarakat Indonesia saat ini menginginkan sesuatu yang baru dalam berolahraga.
Ia menilai, padel menawarkan daya tarik tersendiri yang bisa dimainkan berbagai kalangan masyarakat. Ia menganalogikannya seperti kemunculan futsal yang merupakan bentuk dari miniatur sepakbola.
“Memang kondisi sekarang masyarakat Indonesia itu ingin sesuatu yang baru,” ujar Djoko.
Ia juga menilai, padel bisa memiliki peran dalam mewujudkan visi Jakarta sebagai kota global dan menjadi salah satu destinasi wisata olahraga.
"Semakin banyak masyarakat yang menyukai dan melakukan olahraga ini, maka semakin kuat citra kota yang modern, aktif berolahraga dan sehat,"tukasnya.
Djoko optimistis, padel berpotensi menjadi daya tarik wisata olahraga di Jakarta, baik bagi masyarakat lokal maupun daerah lain. Meski demikian, ia mengingatkan agar ada dukungan dari pemerintah daerah terhadap olahraga ini dalam bentuk kemudahan penyediaan fasilitas.
Ia mengungkapkan, padel memiliki potensi untuk bertransformasi menjadi industri olahraga yang menguntungkan. Banyaknya investor yang membuka lapangan padel menunjukkan potensi bisnis ini menjanjikan.
Namun, Djoko menekankan pentingnya mengawal kegiatan olahraga ini agar tidak hanya diminati sesaat, melainkan dapat menjadi gaya hidup masyarakat untuk lebih sehat.
“Kita apresiasi kesadaran masyarakat untuk berolahraga semakin bagus. Kemudian kita semuanya harus mengawal kegiatan olahraga tidak hanya sesaat, tetapi betul-betul bisa menjadi life style masyarakat yang lebih baik lagi,” tandas Djoko.