Oleh :
Fakhrizal Fakhri
Jumat, 13 Juni 2025 | 89
"Telah masuk dana sebesar tiga puluh lima ribu rupiah melalui aplikasi Gopay.." bunyi mirip suara mantan presiden ini terdengar dari voice box yang ada di sudut gerobak bakso Mas Bejo, sesaat setelah pembelinya melakukan pembayaran secara digital melalui Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS).
Penjual 'Bakso Mercon' asal Solo, Jawa Tengah yang mangkal di area luar RSUD Tarakan Jakarta ini mengaku sudah sejak dua tahun lalu menerapkan pembayaran nontunai (cashless). Meski demikian, dia juga masih menerima pembaya ran secara cash.
"Kalau nontunai lebih simpel, saya gak harus menyiapkan uang kembalian," tuturnya.
Seiring dengan perkembangan teknologi, sistem pembayaran nontunai secara digital saat ini memang sudah lazim digunakan masyarakat di Jakarta.
Naufal Majid (23), mahasiswa Universitas Al-Azhar yang juga karyawan salah satu perusahaan swasta di Jakarta lebih sering bertranskasi secara cashless untuk berbelanja karena lebih praktis dan efisien.
"Sekarang 90 persen transaksi saya sudah digital. Lebih cepat dan praktis," ucapnya.
Tak hanya Naufal. warga Jakarta lainnya, Laode Muhammad Akbar (24) juga merasakan hal serupa. Ia juga mulai terbiasa bertransaksi secara nontunai sejak awal pandemi.
"Kalau ada barcode, langsung scan. Nggak perlu repot cari uang pas atau tunggu kembalian," kata nya.
Laode menyebut, sekitar 80 persen transaksi hariannya sudah beralih ke QRIS. Sisa 20 persennya untuk mengantisipasi jika terpaksa saat sinyal hilang atau pedagang belum menyediakan opsi digital.
Tren transaksi nontunai secara digital juga diakui Asropih, pemilik counter Jeffano Cell di bilangan Meruya, Jakarta Barat. Dia tak hanya menjual pulsa, tapi berkembang menjadi 'bank mini' untuk memenuhi layanan transfer melalui mesin EDC.
Dengan layanan sederhana itu, Asropih mengaku bisa meraup omzet jutaan rupiah per bulan. Menurutnya, masyarakat kini mulai meninggalkan gaya hidup transaksi uang tunai.
"Sekarang semua serba QRIS atau transfer," ungkapnya.
Perkembangan transaksi cashless di Jakarta bisa dirasakan jika melintas di kawasan Jembatan Penyeberangan Multiguna (JPM) Dukuh Atas, Jakarta Selatan. Di lokasi ini hampir seluruh gerai jajanan tidak menerima pembayaran tunai.
"Awalnya, kami masih terima cash. Cuma karena pembeli di sini rata-rata cashless, jadi sekarang kami tak terima lagi," jelas salah satu pelayan kedai roti di Stasiun KA Sudirman.
Cashless Society
Maraknya transaksi nontunai secara digital saat ini telah menjadi gaya hidup di kota besar, termasuk Jakarta. Berdasarkan data Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) DKI Jakarta, hingga April 2024, tercatat enam juta orang telah menggunakan QRIS untuk bertransaksi dengan volume transaksi mencapai 1,3 miliar kali. Capaian ini sudah menyentuh 59,52 persen dari target 2025.
Pengguna baru tercatat sebanyak 59.687 orang dari target 129.766 (sekitar 46 persen). Sementara itu, jumlah merchant pengguna QRIS mencapai lebih dari enam juta dengan pertumbuhan merchant baru sebesar 291.490 atau 39,61persen dari target nasional 2025.
Berdasarkan data ini ditambah dengan pertumbuhan ekonomi Jakarta yang tetap kuat di tengah dinamika ekonomi global dan domestik, Pemprov DKI melalui dinas terkait terus berupaya mensosialisasikan penggunaan transaksi nontunai di masyarakat. Salah satu ciri dari smart city adalah cashless society yang berkembang.
Guna mendukung percepatan cashless society melalui literasi digital, Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi Usaha Kecil Menengah (PPKUKM) DKI Jakarta pada 25 Juli 2025 lalu menggelar sosialisasi dan edukasi tentang pentingnya digitalisasi dan penggunaan QRIS untuk pelaku UMKM.
Menurut Kepala Dinas PPKUKM DKI Jakarta, Elisabeth Ratu Rante Allo, kegiatan ini untuk meningkatkan pemahaman pelaku UMKM tentang pentingnya digitalisasi guna mendukung pengembangan usaha dan ekosistem keuangan yang inklusif.
"Saya yakin dan percaya dengan komunikasi, sinergisitas dan kerja sama yang baik pasti akan mendukung UMKM DKI Jakarta menjadi lebih maju menghadapi kota bisnis berskala global," ujarnya.
Bukan cuma di bidang perdagangan, rencananya Pemprov DKI juga bakal menerapkan cashless untuk biaya parkir. Menurut Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung, langkah ini akan meningkatkan transparansi dan efisiensi dalam pengelolaan parkir.
"Supaya parkir ini menjadi terkelola lebih baik, saya termasuk yang setuju kalau kemudian parkir itu cashless, tidak pakai uang cash. Sehingga dengan demikian, ini akan membuat sistem yang menjadi lebih baik," terang Pramono.
Rencana ini juga mendapat respon positif dari kalangan legislatif. Wakil Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta, Alia Noorayu Laksono menilai, langkah ini sejalan dengan visi Jakarta sebagai kota global.
"Kita sekarang mendorong Jakarta Kota Global dan harus mengarah ke sistem pembayaran parkir yang digital dan cashless juga," seru Alia.
Tren penggunaan transaksi non tunai menandakan bahwa Jakarta sedang menuju era ekonomi digital yang lebih matang. Oleh karena itu, cashless society cocok diterapkan untuk Jakarta yang ingin memiliki pemerintahan transparan, akuntabel dan warga bertransaksi dengan cara lebih cerdas.
Jika sudah seperti ini, Jakarta semakin siap menuju kota global. Membawa dompet tebal dengan lembaran uang tunai pun akan jadi cerita usang....