Jemput Mimpi di Tepi Jalan

Oleh :

Aldi Geri Lumban Tobing

Jumat, 23 Mei 2025 | 308

Bias sinar emas rembulan menyelinap malu di balik sisa awan mendung senja, merayap di sela rindang dedaunan, bergumul dengan cahaya lampu penerang tepi jalan. Temaram malam itu seakan fragmen tanpa nada yang menghiasi suasana salah satu sudut Jalan Raden Patah, Jakarta Selatan.

Di lokasi ini, tampak puluhan anak muda duduk santai di kursi-kursi plastik kecil, berbagi cerita, tertawa dan sesekali menyimak alunan lagu yang dilantunkan musisi jalanan. Di atas trotoar jalan ini pula, Aditia Prawira bersama beberapa kawannya merengkuh mimpi lewat usaha kuliner bernama Berkawan Coffee and Burger. Usaha yang dirintis bukan di dalam bangunan, tapi di ruang terbuka dengan konsep food truck.

"Kami coba hadirkan nuansa street food modern yang tetap sederhana dan bersahabat," tuturnya.

Dari balik mobil Volkswagen (VW) Kombi warna biru muda buatan tahun 1979 dan Fiat Ducato putih bekas ambulans, Aditia dan kawan-kawannya menawarkan aneka menu santapan ringan seperti burger dan kopi hangat serta cemilan lainnya yang menggugah selera dengan harga terjangkau mulai dari Rp15 ribu hingga Rp55 ribu.

"Kami buka Selasa sampai MInggu mulai pukul 17.00 hingga 24.00," jelasnya.

Dikisahkan Aditia, usaha yang dirintisnya ini berawal dari hobi otomotif dan nongkrong bareng komunitas. Dari tongkrongan itu, ia merekrut sejumlah teman yang kehilangan pekerjaan akibat terdampak pandemi COVID-19, terrmasuk seorang chef  hotel. Hingga akhirnya muncul ide berjualan burger, menu ringkas, namun digemari.

"Awalnya punya mobil dulu, baru kepikiran jualan. Karena waktu itu masa-masa COVID, banyak teman di tongkrongan kena PHK. Akhirnya kita mikir, bikin sesuatu. Untuk menu justru sebelumnya lebih banyak dari nasi goreng segala macem. Tapi ternyata pasar kita lebih klik sama burger. Roti, daging, saus, semua kita racik sendiri,” ungkap Adit.

Sebelum menempati lokasi ini, beber Aditia, mereka sempat hadir di kawasan Jalan Adityawarman, tepatnya belakang kantor PLN. Malah, mereka sempat mencoba membuka cabang di Jalan Surabaya, Menteng. Namun karena kendala perizinan, lokasi cabang itu harus ditutup dan kini mereka fokus beroperasi di tempat yang lebih stabil di Jalan Raden Patah.

"Di Jalan Raden Patah ini justru makin ramai. Kami berkembang bukan karena strategi pemasaran rumit. Justru sebaliknya, tumbuh dari pertemanan dan komunitas. Spot ini pun sering jadi tempat acara kecil, seperti meet up komunitas mobil tua hingga trunk salem," bebernya.

Layanan home service ala Berkawan Coffee and Burger menjadi salah satu daya tarik unik yang jarang dimiliki kedai kopi jalanan lainnya. Dengan VW Kombi atau Fiat Ducato sebagai dapur berjalan, mereka bisa hadir langsung ke acara-acara pribadi seperti pesta ulang tahun, arisan sampai sunatan.

Undangan semacam ini terbilang rutin dan menjadi tambahan penghasilan yang menjanjikan. Adit menjelaskan, untuk bisa booking layanan ini, pelanggan cukup memenuhi minimum order sekitar 50 sampai 100 porsi.

Soal omzet, cukup untuk membuat semangat tetap menyala. Saat weekdays, mereka bisa meraup Rp3 juta hingga Rp4 juta. Sedangkan saat weekend bisa mencapai dua digit.

"Yang penting nemu tempat dan SDM-nya. Soalnya kita masih ngerjain sendiri semua,” tutupnya.



Kisah Bajaj Tua

Berbeda dengan Aditia dan kawan-kawan yang merakit mobil VW Kombi menjadi dapur tepi jalan, Muhammad Faisal Adam membuka usaha gerai makanan Rowstid Chickin dengan memodifikasi angkutan umum Bajaj tua buatan tahun 1978.

Bajaj ini berdiri mencolok di antara deretan tenda makanan lain di sepanjang Jalan Panglima Polim XIV, Melawai, Jakarta Selatan. Interior bajaj bagian belakang yang disulap menjadi dapur mini membuat proses penyajian berlangsung cepat dan efisien.

Di balik jendela servis, dua orang kru tampak sigap melayani pesanan sambil menjaga suasana tetap bersahabat. Sebuah menu bergambar dipajang di bagian depan, memudahkan pelanggan memilih tanpa perlu banyak bertanya.

Faisal mulai membuka usaha Rowstid Chickin setelah terdampak COVID-19 dan harus dirumahkan. Keresahan membuat dirinya menjadi orang yang pandai mencari jalan keluar, bukan mencari alasan. Berbekal pengalamannya bekerja di dapur sebuah ballroom di kawasan Darmawangsa, Faisal pun mulai merintis usaha kuliner tepi jalan pada 20 Maret 2020 silam.

“Setelah seminggu di rumah, rasanya sepi banget hidup. Biasanya kerja terus. Akhirnya kepikiran jualan menu andalan tempat kerja dulu, ayam panggang,” ungkap Faisal.

Usaha ini awalnya berjalan secara daring, namun permintaan konsumen untuk mencoba secara langsung terus mengalir. Faisal pun membuka outlet fisik. Bajaj miliknya dirancang untuk menjual nasi goreng kari kambing resep keluarga hingga akhirnya disulap menjadi dapur berjalan.

“Saya suka otomotif, Bajaj ini saya punya dari 2018. Sudah dimodif jadi box di belakang, awalnya buat iseng jual nasi goreng,” katanya.

Rowstid Chickin buka setiap hari pukul 15.00 hingga 22.00. Meski tampak sederhana, menunya cukup beragam. Mulai dari ayam panggang utuh, chicken & fries, sausage & wedges hingga big platter dan berbagai pilihan side dish seperti shoestring fries dan dipping sauce.

Meski awalnya menyasar anak muda dan mahasiswa, lambat laun konsumennya meluas. Bahkan, Faisal mengaku bahwa penghasilan utama kini justru datang dari layanan katering.

“Pasarnya ternyata eksekutif muda, orang kantoran, keluarga, sampai korporat. Kita juga aktif di event dan catering service,” ucapnya.

Dengan konsep street food kekinian, Rowstid Chickin sukses mencuri perhatian pecinta kuliner pinggir jalan. Cita rasa gurih pedasnya yang khas ditambah porsi yang mengenyangkan dan harga ramah di kantong, sehingga menjadi kombinasi jitu yang membuat pelanggan terus balik lagi.

Gerai makanan dari B ajaj tua ini bisa meraup omzet sekitar Rp2 juta di hari biasa dan melonjak hingga Rp3 juta lebih saat akhir pekan. Namun, mempertahankan eksistensi di tengah persaingan bukan hal mudah. Meski tantangan tak sedikit, Rowstid Chickin tetap menjadi contoh kisah usaha kuliner urban yang kreatif, adaptif dan penuh cita rasa.