Jumat, 31 Oktober 2025 Reporter: Fakhrizal Fakhri Editor: Erikyanri Maulana 664
(Foto: Fakhrizal Fakhri)
Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta, Inggard Joshua menekankan, kebijakan efisiensi anggaran tidak boleh mengganggu pelaksanaan tugas pokok pemerintahan, terutama kegiatan yang berkaitan dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM).
Hal tersebut disampaikan Inggard dalam rapat penyampaian hasil pembahasan komisi-komisi terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang APBD DKI Jakarta Tahun Anggaran 2026.
Menurutnya, setiap Organisasi Perangkat Daerah (SKPD) harus memastikan bahwa rasionalisasi anggaran tetap menjaga kualitas layanan publik dan tidak menghambat kegiatan strategis yang menyentuh kebutuhan dasar masyarakat.
“Setiap pemotongan anggaran harus melalui pengujian substansial agar tidak mengganggu fungsi utama penyelenggaraan pemerintahan,” ujar Inggard, Jumat (31/10).
Ia menambahkan, langkah efisiensi sebaiknya difokuskan pada rasionalisasi harga satuan belanja. Peninjauan kembali harga satuan perlu dilakukan agar sesuai dengan kondisi pasar aktual, mengingat tingginya Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) setiap tahun mengindikasikan adanya potensi overpricing atau perencanaan yang belum tepat.
Selain itu, Komisi A menegaskan, seluruh pergeseran atau perubahan anggaran wajib dilakukan setelah memperoleh persetujuan DPRD, sesuai prinsip transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.
“Setiap perubahan atau penyesuaian kegiatan harus segera dilaporkan kepada Komisi A agar fungsi pengawasan dapat berjalan efektif,” jelasnya.
Dalam penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA), Komisi A meminta seluruh SKPD untuk menghapus pencantuman merek, tipe, atau vendor tertentu. Seluruh proses pengadaan harus dilaksanakan secara efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil, dan akuntabel.
Komisi A juga meminta Pemprov DKI melakukan penyempurnaan terhadap Pergub Nomor 97 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Pemenuhan Kewajiban Prasarana dan Sarana di Kawasan Perumahan dan Permukiman.
Penyempurna tersebut diperlukan untuk menata kebijakan terkait fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum) dari pengembang pemegang Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang (IPPR) yang ditelantarkan namun telah dimanfaatkan masyarakat.
“Langkah ini penting agar tersedia mekanisme pengambilalihan dan pemeliharaan fasos-fasum terlantar secara legal, transparan, dan berkelanjutan,” kata Inggard.
Lebih lanjut, Komisi A merekomendasikan agar BPAD bersama Bappenda mempercepat pendataan, verifikasi, dan optimalisasi seluruh aset daerah, termasuk aset tidak produktif, sesuai PP Nomor 28 Tahun 2020 dan Permendagri Nomor 7 Tahun 2024. Proses inventarisasi harus disertai verifikasi bersama TAPD, sertifikasi kepemilikan, penertiban dokumen, serta koordinasi dengan BPN dan Biro Hukum.
Langkah ini diharapkan dapat mencegah penyalahgunaan aset, meminimalkan sengketa, serta mengoptimalkan kontribusi aset terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Komisi A merekomendasikan agar setelah Badan Anggaran menetapkan besaran akhir APBD Tahun Anggaran 2026, perangkat daerah bersama TAPD segera menyelesaikan penginputan, verifikasi, dan validasi seluruh komponen anggaran sebelum Rapat Paripurna Pengesahan APBD 2026,” tandasnya.