Mengubah Stigma Jadi Prestasi

Oleh :

Reza Pratama Putra

Minggu, 16 November 2025 | 73

Keterbatasan bukanlah penghalang untuk menggapai mimpi. Sebaliknya, bisa menjadi panggung pembuktian bahwa kekuatan sejati lahir dari kemauan, bukan dari kesempurnaan fisik. Bagi para atlet disabilitas, perjuangan bukan sekadar soal meraih medali, tetapi juga menepis stigma yang menyebut mereka tidak mampu berprestasi.

Di balik hiruk-pikuk arena dan jauh dari sorotan media yang glamor, para atlet disabilitas berjuang menaklukkan rasa sakit, keraguan dan batasan yang kerap dilekatkan masyarakat. Mereka bukan hanya bertanding melawan lawan, tetapi juga persepsi yang meremehkan kemampuannya. Perjalanan panjang olahraga disabilitas dimulai pasca-perang dunia, ketika kegiatan olahraga digunakan sebagai terapi rehabilitasi bagi veteran yang mengalami cedera.

Keberhasilan proses rehabilitasi itu kemudian berkembang menjadi gerakan global hingga lahirlah kompetisi tingkat dunia, termasuk Paralimpiade pertama yang digelar di Roma pada 1960. Seiring waktu, jumlah peserta dan ragam disabilitas yang diakomodasi semakin luas mulai dari tunanetra, cerebral palsy hingga amputasi menandai semakin inklusifnya dunia olahraga.



Semangat itu kini diteruskan generasi muda, salah satunya Syafa’ul Qulbi Mailani atau Syafa, atlet pelajar disabilitas asal Jakarta. Lahir pada 17 Mei 2009 dari pasangan Andi Mailan dan Roha, Syafa tidak pernah membiarkan kondisi fisiknya meruntuhkan tekadnya. Sejak kecil, Syafa sangat menyukai bulu tangkis.

Masa-masa awal latihannya bukan perkara mudah karena harus beradaptasi dengan keterbatasan fisik dan menjalani latihan yang lebih berat daripada atlet non-disabilitas. Di sisi lain, ia harus menjaga komitmen sebagai seorang pelajar.



Dukungan orang tua dan sekolah membuka jalan baginya tampil dalam ajang Pekan Paralimpik Pelajar Nasional (PEPARPENAS) 2017 mewakili DKI Jakarta. Saat itu, Syafa belum meraih juara, namun  pengalaman itu menumbuhkan kepercayaan diri bahwa ia mampu bersaing dengan yang terbaik. Kecepatan refleks dan kecerdasan strateginya di lapangan mulai terlihat hingga membawanya meraih medali emas di ajang PEPARPENAS 2019 dan kembali meraih emas di ajang serupa pada 2023.

Prestasi Syafa terus berlanjut, termasuk meraih medali perak di Paralympic Solo 2024 dan PEPARPENAS 2025 hingga tingkat internasional dengan torehan medali perunggu dalam ajang Asia Junior Sports Exchange Games di Tokyo, Japan. Di tengah jadwal latihan yang padat, Syafa tetap menjaga prestasi akademiknya sebagai pelajar kelas 11 di SMAN 6 Jakarta. Peran sekolah, teman sebaya dan para pelatih membantu memastikan perkembangan akademik dan non-akademiknya berjalan seimbang.



Perjuangan Syafa menegaskan bahwa meraih puncak tidak cukup hanya dengan bakat, tapi dibutuhkan komitmen dan ketekunan. Sebagaimana pesan legenda bulu tangkis Indonesia, Taufik Hidayat: “Jangan takut gagal, karena kegagalan adalah bagian dari proses menuju keberhasilan. Percayalah pada kemampuan kalian dan teruslah berlatih tanpa henti,".

Dengan fokus dan kerja keras, Syafa sedang menata langkahnya menuju panggung yang lebih besar. Ia siap membuktikan bahwa keterbatasan bukanlah akhir, melainkan awal dari sebuah perjalanan besar untuk mengharumkan nama bangsa.