
Mempertebal Status Jakarta sebagai Kota Literasi
Oleh :
Nugroho Sejati
Minggu, 14 September 2025 | 1281
Nugroho Sejati
Minggu, 14 September 2025 | 1281
Selain banyak peristiwa yang mewarnai perjalanan bangsa Indonesia terjadi pada bulan ini, September juga diperingati sebagai Bulan Gemar Membaca Nasional. Penetapan Bulan Gemar Membaca Nasional tersebut melengkapi Hari Kunjung Perpustakaan yang jatuh pada setiap tanggal 14 September.
Mengutip laman resmi Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI, sejarah Hari Kunjung Perpustakaan berawal dari ide Kepala Perpusnas RI pertama, Mastini Hardjoprakoso, yang menginginkan adanya hari khusus terkait literasi atau minat berkunjung ke perpustakaan. Hal itu kemudian disetujui oleh Presiden Soeharto dengan dikeluarkannya Surat Ketetapan Presiden Nomor 020/A1/VIII/1995 yang menetapkan tanggal 14 September sebagai Hari Kunjung Perpustakaan dengan tujuan untuk meningkatkan minat baca dan budaya literasi bagi masyarakat Indonesia.
Jakarta sebagai ibu kota negara menjadi episentrum penggerak giat literasi di Indonesia. Tidak hanya sebagai tempat dirumuskannya kumpulan kata penyala kemerdekaan berjudul Proklamasi, Jakarta juga menjadi rahim dilahirkannya Bataviasche Nouvelles, surat kabar pertama di Hindia Belanda, pada tahun 1744. Kemudian Balai Pustaka sebagai penerbit buku pertama dan Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) juga didirikan di Jakarta.
Atas dasar sejarah panjang itulah, UNESCO menetapkan Jakarta sebagai City of Literature atau Kota Sastra Dunia pada 8 November 2021. Jakarta termasuk ke dalam daftar 53 Kota Sastra Dunia yang tergabung dalam UNESCO’s Creative City Network dan menjadi kota pertama di Asia Tenggara yang meraih predikat tersebut.
Jakarta dengan segala infrastruktur dan sumber daya manusianya dianggap memiliki potensi besar untuk peningkatan dan pengembangan sastra dan literasi dunia, khususnya Indonesia. Selain itu, Jakarta juga memiliki ekosistem literasi yang kuat dengan banyak penerbit dan toko buku, serta fasilitas perpustakaan yang mendukung aktivitas baca dan diskusi. Berbagai pameran dan bazar buku berskala internasional juga rutin terselenggara di Jakarta.
Pada awal Mei tahun 2025, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memperpanjang jam operasional perpustakaan hingga pukul 22.00. Selain berlaku pada Perpustakaan Jakarta dan Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) H.B. Jassin di Taman Ismail Marzuki, jam operasional malam hari juga berlaku pada perpustakaan di lima wilayah kota administrasi untuk memberikan akses kunjung perpustakaan yang lebih luas dan lebih lama bagi masyakarat.
Dengan kebijakan tersebut, Gubernur Pramono Anung berharap perpustakaan dapat semakin bermanfaat bagi masyarakat serta menjadi pusat literasi yang tidak hanya menyediakan koleksi buku, tetapi juga mendukung kreativitas dan produktivitas pengunjung dari berbagai kalangan.
Perpanjangan jam operasional juga meningkatkan jumlah kunjungan ke perpustakaan. Per Januari hingga Agustus 2025, sebanyak 374.148 orang mengunjungi Perpustakaan Jakarta dan PDS H.B. Jassin, jumlah tersebut jauh lebih tinggi dari periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Jumlah kunjungan ke perpustakaan yang tinggi secara tidak langsung berkontribusi pada indeks tingkat kegemaran membaca warga. Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip) DKI Jakarta berkolaborasi dengan akademisi Universitas Indonesia dan konsultan DGI Levner mencatat Tingkat Kegemaran Membaca (TKM) Provinsi DKI Jakarta tahun 2024 masuk kategori tinggi dengan nilai 72,93. Begitu pula dengan Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) dan Nilai Budaya Literasi (NBL) DKI yang juga masuk kategori tinggi.
Kota Jakarta dianggap memiliki potensi dan ekosistem yang memadai untuk mempertebal statusnya sebagai Kota Literasi. Keberadaan berbagai komunitas pencinta buku, toko buku, penerbit, hingga bazar buku menghadirkan kebiasaan membaca sebagai gaya hidup. Secara statistik, lebih dari 30 persen toko buku modern di Indonesia berada di Jakarta, serta 5.248 penerbit berada di kota ini.
Dengan segala potensi tersebut, Pemprov DKI Jakarta dan warga kota tetap memiliki ruang lapang untuk pengembangan literasi menjadi lebih esensial. Jakarta memiliki Taman Literasi di Blok M yang perlu diisi dengan program dan aktivasi kesusastraan. Begitu pula dengan ratusan perpustakaan yang menempel di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) yang harus benar-benar diseriusi keberadaannya agar akses terhadap bacaan yang baik bisa merata ke seluruh pelosok kota dan kepulauan.