Dengan nada rilih, Rosadi mengaku masih tak menyangka jika dirinya menjadi seorang tunanetra. Mengingat, sejak lahir, ia memiliki penglihatan ya ng normal seperti anak-anak normal pada umumnya.
Sampai suatu hari, saat dirinya berusia 10 tahun atau masih duduk di kelas lima Sekolah Dasar (SD), penglihatan Rosadi tiba-tiba buram hingga akhirnya gelap gulita usai pulang dari sekolah.
"Padahal pas kecil saya bisa melihat seperti anak-anak lainnya. Saat pulang sekolah waktu masih kelas lima SD, penglihatan saya kabur sampai tidak terlihat apapun," akunya.
Di balik kekurangannya itu, Rosadi merasa bersyukur karena mendapat dukungan penuh dari orang-orang di sekililingnya. Keluarga, guru dan teman-temannya terus menyemangatinya agar tak putus asa dengan apa yang terjadi pada dirinya.
"Saya ikhlas dengan ujian yang menimpa saya. Mungkin memang sudah qodarullah, takdir saya seperti ini," ujarnya.
Setelah mengalami kebutaan, Rosadi pun melanjutkan pendidikan ke Sekolah Luar Biasa (SLB) PSBN Tan Miyat di Jalan HM Joyo Martono, Margahayu, Bekasi Timur, Bekasi, Jawa Barat.
Di sana, Rosadi mulai belajar membaca Al-Qur’an menggunakan huruf braille. Berkat ketekunannya itu, ia akhirnya didaulat menjadi Qori sekaligus Ketua Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia (ITMI) Jakarta Barat.