Sensasi Asinan Betawi

Oleh :

Tiyo Surya Sakti

Minggu, 09 November 2025 | 211

Terik matahari siang itu membawa keinginan untuk menikmati makanan segar menggugah selera. Terlintas, sangat cocok rasanya menikmati Asinan Betawi yang menyegarkan dan kaya sensasi cita rasa.

Pilihan langsung tertuju ke Jalan Budi Raya, Kemanggisan, Palmerah, Jakarta Barat, tempat berjualan Asinan Betawi Jaelani yang sudah ada sejak 24 tahun silam.

Asinan Betawi Jaelani mampu menunjukkan eksistensinya sejak 2001 meski hanya menggunakan tempat usaha yang terbilang sederhana.

Gerobak dengan warna dominan hijau dan merah menjadi saksi perjalanan waktu pembeli yang datang silih berganti, karena kuliner khas Betawi ini masih banyak digemari, terutama kaum perempuan.

Begitu dipesan, tangan-tangan terampil Jaelani langsung bergerak trengginas meracik berbagai isian Asinan Betawi. Kecepatan dan kepiawaiannya menjadi gambaran betapa profesi ini ditekuninya dengan sepenuh hati.

Satu persatu isian mulai dari daun tikim, lokio, selada air, lobak, sawi asin, selada, timun, toge, kubis dan tahu putih mulai memenuhi isi mangkuk.

Saat kuah disiramkan, kian terbayang kesegaran Asinan Betawi ini saat memasuki rongga mulut hingga memanjakan perut.

Melengkapi sensasi cita rasa, Asinan Betawi semakin sempurna dengan taburan kacang tanah goreng dan kerupuk kuning khas kuliner ini.

Semua sudah tersaji, tiba saat menikmati semangkuk Asinan Betawi Jaelani. Bikin 'ngiler', suapan pertama saja sudah langsung memanjakan indera pengecap. Sensasi tekstur sayuran dan tahu yang lembut berpadu dengan crunchy kacang tanah goreng dan kerupuk membuat kuliner ini serasa paripurna berpadu dengan kuah kental berwarna cokelat kemerahan.

Sungguh nikmat mana lagi yang kau dustakan, segar, pedas dan sedikit sensasi asin, manis, asam kecut berpadu penuh harmoni dalam kuliner Asinan Betawi ini.

Pemilik Asinan Betawi Jaelani, Jaelani (59) menuturkan, Asinan Betawi memiliki cita rasa khas yang berbeda dari asinan lainnya. Salah satunya, kuah bumbu merah yang berasal dari cabai dan rempah lainnya, dicampur garam, cuka dan gula khas racikan turun temurun milik keluarganya.

Setiap hari Jaelani membuka usahanya mulai pukul 10.30-17.00 dan biasa bisa menjual hingga 200 porsi. Bahkan, penjualan bisa semakin meningkat dan cepat habis saat hari libur.

"Untuk melayani pembeli, saya dibantu anak laki-laki saya. Dia saya ajak agar nantinya bisa menjadi generasi penerus dalam mempertahankan makanan legendaris khas Betawi ini," ucap Jaelani dengan binar mata penuh harapan.

Kali pertama buka pada 2021, Jaelani mengenang, Asinan Betawi hanya dijualnya seharga Rp2.500 per porsi. Saat ini, Asinan Betawi dijualnya dengan harga Rp15.000 per porsi lengkap. Penyesuaian ini dilakukan karena harga berbagai bahan untuk Asinan Betawi juga terus meningkat.

"Alhamdulillah, omzet sehari bisa lebih dari dua juta rupiah. Pastinya saya tetap bersyukur karena asinan saya cocok di lidah masyarakat hingga saat ini," ucapnya seraya tertawa ringan.

Histori Asinan Betawi

Budayawan Betawi, Yahya Andi Saputra menjelaskan, Asinan Betawi memiliki sejarah panjang dan merupakan hasil dari akulturasi budaya, terutama Tionghoa yang terjadi sejak masa penjajahan Belanda.

Makanan ini diperkirakan mulai ada sekitar abad ke-17 atau tahun 1800-an. Ciri khasnya makanan itu adalah perpaduan sayuran dan buah segar dengan bumbu asam pedas manis yang unik.

"Ada dari pengaruh budaya Tionghoa seperti, sawi atau sayur asinnya, maka disebut asinan. Padahal awalnya masyarakat kenalnya itu sayuran biasa yang populer dan dimakan saat santai, baik siang hari atau sore hari saat kumpul," bebernya.

Menurut Yahya, untuk melindungi dan menjaga makanan khas Betawi agar tetap populer dan dikenal oleh masyarakat luas. Salah satu upaya pemerintah dilakukan dengan menjadikan Asinan Betawi termasuk Warisan Budaya Tak Benda Indonesia.

Pengakuan ini diberikan karena Asinan Betawi merupakan kuliner ikonik yang mencerminkan perpaduan berbagai budaya yang membentuk masyarakat Betawi.

"Secara undang-undang, pengakuan itu sudah ada baik di pemerintah pusat maupun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, tinggal bagaimana pengimplementasiannya terus dijalankan dengan baik. Terutama, bagi mereka anak-anak muda atau Gen Z sebagai penikmat Asinan Betawi selanjutnya," imbuhnya.

Yahya sangat mengapresiasi para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) seperti Jaelani yang tidak hanya sekadar berjuang menyambung hidup dari berjualan, tapi juga sekaligus ikut melestarikan kuliner khas Betawi.

"Saya kira orang-orang seperti Jaelani juga menjadi pahlawan bagi eksistensi kuliner Betawi agar tidak mudah punah di tengah gempuran makanan kekinian atau modern," tandasnya.