Matahari sore mulai bersahabat. Sinarnya memudar berpadu warna-warni langit dan hembusan angin sejuk menjadikan suasana di
Di bawah teduhnya pepohonan, sekelompok penari muda tengah berlenggak-lenggok dengan penuh semangat dan ceria. Selendang aneka warna meliuk indah mengikuti setiap gerak lincah dan gemulai mereka, menciptakan harmoni yang memukau seiring alunan musik tradisional yang diputar dari sanggar dengan warna hijau.
Sementara seorang pria paruh baya berdiri tegak tampak sibuk memperhatikan setiap gerakan para penari muda tersebut. Andi Supardi (65) yang dikenal sebagai seniman dan pegiat kebudayaan, tengah mengawasi dan memperbaiki setiap gerakan anak didiknya. Ia memastikan setiap langkah gerakan selaras dengan jiwa tarian Betawi yang ia lestarikan.
Sejak 1974, Andi sudah terjun ke dunia seni budaya dan tari Betawi. Di balik sosoknya yang sederhana, ia merupakan generasi ketiga dari pendiri sanggar Topeng Cisalak yang didirikan kakek-neneknya sejak 1918.
Kini Andi memegang tongkat estafet kepemimpinan dan berdedikasi penuh melestarikan budaya Betawi melalui Sanggar Kinang Putra. Baginya, melestarikan budaya bukanlah pilihan, namun menjadi kewajiban.
"Saya mempunyai kewajiban karena itu dari kakek nenek saya. Saya sebagai seniman dan seorang praktisi untuk meneruskan membina, karena ini memang warisan budaya dari kakek nenek saya, diturunkan kepada anak saya," ujar Andi, ketika tengah beristirahat mengajar tarian di Setu Babakan, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Tak hanya mengajar di sanggarnya, Andi juga aktif mengajarkan budaya dan seni tari Betawi di sekolah-sekolah. Ia percaya, seni adalah jati diri bangsa.
Tari Betawi Jelajahi Banyak Negeri
Bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan (Disbud) DKI Jakarta, Sanggar Kinang Putra berhasil mengukir banyak prestasi. Mereka tak hanya tampil di panggung-panggung Jakarta, namun juga membawa harum nama Indonesia ke mancanegara.
Banyaknya piagam penghargaan dari berbagai negara seperti Belanda, Afrika Selatan, Jepang, hingga negara-negara di Eropa dan Timur Tengah pun telah mereka dapatkan. Bahkan beberapa karya tari kreasi ciptaan Andi melalui sanggarnya telah mendapatkan pengakuan HaKI (Hak atas Kekayaan Intelektual) pada 2024, seperti Tari Ngecek Setepak, Tari Empok Kinang, dan Tari Gepyak Salend.
Sedangkan Tari Topeng Bereg Sambah saat ini masih dalam proses pendaftaran HaKI. Karya-karyanya tersebut tak hanya sekadar lenggokkan tarian, melainkan juga cerminan dari cerita dan sejarah Betawi.
Sanggar Kinang Putra juga meraih berbagai penghargaan dan prestasi. Beberapa di antaranya Juara 2 acara lomba karya cipta tari Betawi, penghargaan pementasan Joy Dance Beijing di China, dan mendapatkan sertifikat di acara Dalian International Youth Arts Festival di China.
"Kemarin dapat HaKI. Ada berapa piagam-piagam yang dari juri, dari pemerintahan ke beberapa luar negeri," katanya.
Merawat Budaya di Tengah Modernisasi
Melestarikan kesenian dan budaya di era modern bukanlah hal mudah dan penuh tantangan. Namun, Andi melihatnya sebagai sebuah proses yang mengalir. Dengan pengetahuannya, ia ingin terus menumbuhkan kecintaan terhadap seni dan budaya kepada para generasi muda.
"Kita berkewajiban untuk membudayakan, melestarikan kebudayaan kita dengan penuh kesadaran. Kita mempunyai budaya, baik tarian, musik, dan sebagainya," tuturnya.
Ia tidak ingin budaya Betawi hanya dikenal ketika di ambang kepunahan. Karena itu, Andi berharap pemerintah memberikan dukungannya kepada para seniman dan pegiat kebudayaan agar dapat terus mengembangkan dan melestarikan kekayaan budaya.
"Gimana caranya untuk sosialisasi kebudayaan kita disenangi anak sekarang, apakah di sekolah perlu ada ekstrakurikuler, apakah perlu menggelar pertunjukan, atau dengan mengenalkan datang ke sekolahan jemput bola. Itu tantangan mereka (pemerintah)," jelas Andi.
Sanggar Kinang Putra memiliki lebih dari 50 anak didik yang aktif menekuni berbagai tarian Betawi. Salah satunya yakni Deswita Khoirunisa (16), remaja putri asal Cisalak, Depok yang gemar menekuni seni tari sejak kecil.
Deswita adalah cerminan generasi muda harapan Andi yang tertarik untuk melestarikan dan mengembangkan seni budaya Betawi. Di sanggar ini, Deswita mengaku sangat menyukai berbagai tari kreasi yang diajarkan oleh Andi, mulai dari Ngecek Setepak, Tari Gepyak Salend, hingga Tari Topeng Bereg Sambah.
Untuk mengenalkan seni dan budaya Betawi ke teman-teman sebayanya, Deswita memiliki cara tersendiri.
"Biasanya dikenalin saja dengan cara yang sama dengan anak muda. Jadi, pemikiran yang sama agar mereka bisa tertarik mempelajari budaya kita," kata Deswita.
Deswita percaya, memperkenalkan budaya lewat panggung pementasan adalah cara efektif untuk menarik perhatian generasi muda mengenali kesenian yang diwariskan.
Bukan Sekadar Seni, Menari untuk Menjaga Diri
Kecintaan pada tari tradisional juga dirasakan oleh Suharini Eliawati, Asisten Perekonomian dan Keuangan Sekda Provinsi DKI Jakarta. Di tengah kesibukannya sebagai pejabat pemerintah, Eli sapaan arabnya, tetap gemar menekuni tarian, baik tari Betawi klasik maupun tari Jawa klasik.
Kecintaannya pada tari berawal dari sebuah keprihatinan. Ia melihat seni tari modern semakin mendominasi panggung-panggung hiburan, sementara tari tradisional semakin terpinggirkan.
Sebagai seseorang yang sejak kecil akrab dengan tari tradisional, ia merasa terpanggil untuk kembali menekuni seni ini bersama teman-teman komunitasnya. Namun bagi Eli, menari bukan hanya soal melestarikan budaya. Lebih dari itu, menari adalah caranya menjaga kesehatan fisik dan mental.
Ia percaya bahwa menari adalah cara yang menyenangkan untuk berolahraga, melatih otot, tulang, dan menjaga kelenturan tubuh. Selain itu, menari juga melatih koordinasi antara mata, telinga, dan gerakan tubuh.
”Saya takut pikun. Saya orang yang termasuk rajin medical check up. Jadi saya harus memastikan tulang-tulang saya kompak," ujarnya sambil tersenyum.
Eli mengatakan, pemerintah memiliki peran krusial dalam melestarikan budaya dan seni. Menurutnya, Pemprov DKI selama ini juga turut berkontribusi menjaga kebudayaan melalui penyediaan berbagai fasilitas.
Namun, ia menyadari bahwa tantangan masih ada, terutama dalam menjangkau generasi muda agar lebih mengenal dan mencintai seni tradisional. Eli menilai, penggunaan media sosial adalah alat paling efektif saat ini untuk mengenalkan budaya.
Selain itu, Eli juga menekankan pentingnya memberikan kesempatan bagi para penari untuk tampil di berbagai acara.
"Penari itu jangan hanya disuruh latihan saja, dikasih kesempatan juga untuk mereka tampil di mana pun," ucap Eli.