Pesona Jurus Golok Seliwa

Oleh :

Folmer

Minggu, 27 April 2025 | 683

Sebilah golok di tangan berputar-putar ke segala arah. Sekelebat berpindah dari samping kanan ke samping kiri, dari atas ke bawah, membacok, mengiris hingga terkadang bersembunyi di ketiak dan terlipat di tangan. Langkahnya lincah bergerak ke segala arah dengan tatapan waspada mengantisipasi serangan lawan.

Aksi memukau permainan golok ini bukan hanya ada dalam cerita fiksi maupun pada adegan di film laga. Ajian jurus Silat Betawi Golok Seliwa ini sungguh nyata dan bisa disaksikan secara langsung di antara megahnya gedung perkantoran di kawasan selatan Jakarta, tepatnya di Kompleks Gedung Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Jalan Gatot Subroto, Kuningan Barat, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.

Pagi itu, matahari baru saja meninggi dengan langit biru menghias sudut Jakarta. Belasan anak-anak hingga orang dewasa tampak serius dan tekun mengikuti aba-aba dan setiap gerakan dari Babeh Husein Bin Husni yang tak lain merupakan guru besar sekaligus pewaris Silat Betawi Golok Seliwa.

Pria berambut putih yang kini sudah berusia 70 tahun itu masih tampak gagah dan tangkas menunjukan kebolehannya memainkan beberapa jurus golok dan pukulan dalam latihan yang berlangsung di selasar salah satu Gedung BRIN.

Satu dari belasan pesilat yang mengikuti latihan hari itu bahkan berasal dari Argentina, sebuah negara di Amerika Latin yang justru banyak melahirkan pemain sepak bola hebat.

Menurut keterangan Babeh Husein, pria Argentia bernama Max (47), sudah dua tahun menekuni ilmu Silat Betawi Golok Seliwa. Max sehari-hari bekerja di salah satu perusahaan media penyiaran asal Argentina dan kerap datang ke Jakarta untuk tinggal  sekitar satu bulan.

Selama setahun, Max bisa beberapa kali datang ke ibu kota. Selama berada di Jakarta, khususnya setiap Minggu pagi, Max rutin mengikuti latihan bersama Babeh Husein di Gedung BRIN. Oleh sesama murid Babeh Husein, Max mendapat tambahan nama panggilan menjadi Max Dullah.

Kepada beritajakarta.id, Babeh Husein menceritakan awal mula dirinya berlatih silat tradisional Betawi Golok Seliwa yang diasuh langsung oleh sang ayah bernama Babeh Husni.

“Saat itu saya berusia 15 tahun. Awalnya saya dikeroyok, kalah saat nonton hiburan dangdut di kampung. Bapak saya marah. Besoknya saya diajarin (silat-red). Diajarin dah dulu namanya main pukul. Main banting, pakai golok dan pisau, tangan kosong dan menyerang balik menggunakan senjata lawan. Belajarnya selama lima tahun dah,” kenang Babeh Husein dengan logat khas Betawinya.

Ia mengungkapkan, Seliwa berasal dari kata sehari-hari yang diucapkan orang Betawi dan memiliki kepanjangan dari Serangan, Lihat dan Waspada.

”Jadi, saat berkelahi menggunakan golok maupun pisau sebagai serangan, melihat dan tetap waspada terhadap lawan," ungkapnya.

Babeh Husein menuturkan, dirinya mulai mengajarkan Silat Golok Seliwa setelah menikah dan memiliki satu anak.

"Saya mulai mengajar silat tradisional Betawi kepada anak-anak dari kampung ke kampung. Alhamdulilah, hingga saat ini murid Silat Betawi Golok Seliwa sudah membuka tempat latihan serupa di Jakarta Barat dan Jagakarsa di Jakarta Selatan," ucap pria kelahiran tahun 1955 ini.

Ia mengungkapkan, Silat Betawi Golok Seliwa memiliki 13 jurus atau pukulan yang membedakan dengan silat tradisional Betawi lainnya, karena lebih banyak menampilkan seni menggunakan golok maupun pisau ketimbang pukulan tangan kosong.

"Jurus satu hingga enam Silat Golok Seliwa diberi nama Pohon Satu hingga Pohon Enam menggunakan tangan kosong. Dibutuhkan waktu satu sampai dua tahun lamanya berlatih silat ini menggunakan tangan kosong. Bagaimana kekuatan tangan dilatih menangkap, menangkis dan membalikkan serangan lawan," ungkapnya.

Tingkatan selanjutnya, atau mulai jurus ketujuh hingga ke 13, barulah pesilat dibekali senjata golok. Adapun untuk jurus ketujuh sampai dengan 13 masing-masing diberi nama langkah, patah, kotek, pukulan miring, gunting, pisau dan gabungan. Senjata golok yang digunakan pesilat juga memiliki ciri khas dan filosofi tersendiri yakni berukuran sejengkal tiga jari tangan.

Artinya, golok dengan ukuran sejengkal tiga jari tangan dipastikan tidak akan melukai pemilik atau pesilat yang menggunakan.

“Kanan dan kiri tangan pesilat dilatih mahir menggunakan golok dan pisau. Bahkan, saat lawan tanding membawa senjata tajam, pesilat Golok Seliwa harus mampu membalikkan suasana mengambil alih senjata lawan," jelasnya.

Silat Betawi Masuk Sekolah


Seiring perkembangan zaman, Babeh Husein ingin aliran silat tradisional Betawi, khususnya Golok Seliwa makin digemari oleh anak-anak muda. Dengan begitu, warisan budaya nusantara ini akan lestari dan tak akan hilang digerus zaman.

Karenanya, Babeh Husein menaruh harapan kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Gubernur Pramono Anung dan Wakil Gubernur Rano Karno agar memberikan perhatian lebih untuk melestarikan silat tradisional Betawi sebagai wujud nyata pelestarian budaya asli Jakarta.

"Saya berharap silat asli Betawi menjadi satu kegiatan ekstrakurikuler sekolah dan menyelenggarakan festival silat tradisional yang rutin digelar setiap tahun," pintanya.

Sementara itu, Ketua Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB), Beky Mardani menambahkan, Golok Seliwa merupakan aliran silat tradisional Betawi yang memiliki ciri khas jurus atau “mainan” golok.

Menurut Beky, dengan perkembangan teknologi informasi saat ini, perguruan silat Betawi juga diminta memanfaatkan media sosial, sehingga mampu menarik perhatian banyak orang, bahkan hingga ke mancanegara. LKB juga akan mengusulkan kepada Pemprov DKI Jakarta untuk menjadikan silat tradisional Betawi sebagai kegiatan ektrakurikuler sekolah.

"Misalnya di Rawa Belong, sekolah di sekitar itu saat ini sudah berkembang Silat Cingkrik. Begitu pula dengan Silat Golok Seliwa. Jadi, semua silat Betawi bisa berkembang. Kami juga meminta Astabri (Asosiasi Silat Tradisi Betawi) melakukan akreditasi guru silat tradisional, sehingga layak memberikan pengajaran kepada para siswa di sekolah," tandasnya.